TERMOREGULASI
Faridatul Maghfiroh
Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya
Malang, 2010
ABSTRAK
Termoregulasi merupakan mekanisme fisiologis yang mengatur koordinasi dan integrasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu dingin atau hangat. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui termoregulasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuhntuh. Hasil yang didapatkan bahwasanya pada probandus wanita rata-rata pengukuran suhu yang diperoleh pada daerah mulut, dan axial lebih rendah pada saat sebelum dilakukan aktivitas, dari pada sesudah aktivitas baik pada probandus wanita gemuk, kurus, sakit dan normal. Namun pengukuran pada anus, suhu akan meningkat setelah dilakukan aktivitas pada semua probandus, bail gemuk, kurus, sakit ataupun normal. Sedangkan pada preobandus pria, seperti halnya pada pengukuran suhu pada probandus wanita, yaitu pada daerah mulut dan axial, suhu yang di dapat pada sebelum aktifitas adalah lebih tinggi dibandingkan setelah aktivitas. Pengukuran suhu pada daerah skrotum dan anus didapatkan suhu setelah aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum aktivitas. Pada daerah mulut dan axila, suhu rata-rata yang didapatkan pada pria lebih besar dibandingkan wanita, pada daerah anus, suhu yang didapatkan lebih tinggi pada wanita dari pada pria.
Kata kunci: Probandus, suhu, termoregulasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisa Prosedur
Pengamatan suhu tubuh, dilakukan dengan menggunakan alat thermometer. Suhu adalah sensasi dingin atau hangat yang dapat diukur dengan menggunakan sebuah benda yang digunakan dengan menyentuhkan pada bagian tubuh tertentu. Secara kuantitatif, dapat diketahui dengan menggunakan thermometer (Nicol, 1993). Pengamatan suhu dilakukan dan diukur pada daerah mulut, axial, skrotum, dan anus. Hal ini dilakukan agar dapat membandingkan suhu normal pada setiap daerah yang diamati. Menurut pengukuran yang diambil dengan berlainan posisi tubuh juga akan memberikan hasil yang berbeda. Menurut Guyton, 1996 bahwasanya Pengambilan suhu pada umumnya dilakukan pengukuran di bawah lidah (dalam mulut) akan didapatkan suhu normal sekitar 37 C, sedangkan pada daerah diantara lengan (ketiak) suhu normal adalah sekitar 36.5 C sedang pengukuran suhu di rectum (anus) didapatkan suhu sekitar 37.5 C (Guyton, 1996). Pengukuran suhu dilakukan sebelum aktivitas, dan sesudah aktivitas. Aktivitas yang dilakukan pada praktikum ini adalah mengitari lapangan voly MIPA. Hal ini dilakukan agar dapat membandingkan antara suhu normal dan suhu setelah aktivitas. Probandus yang digunakan antara lain memiliki karakter-karakter antara lain: normal, gemuk, kurus, dan alkoholik pada laki-laki, dan normal, gemuk, kurus, dan sakit pada wanita. Hal ini dilakukan agar praktikan dapat membedakan antara suhu berdasarkan jenis kelamin, dan karakter tubuh. Menurut Swenson, 1997, bahwasanya faktor yang umumnya mempengaruhi suhu tubuh, antara lain adalah faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air (Swenson, 1997).
2. Analisa Hasil
Gambar 1. Suhu tubuh probandus wanita sebelum dan sesudah aktivitas
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwasanya rata-rata pengukuran suhu yang diperoleh pada daerah mulut, dan axial lebih rendah pada saat sebelum dilakukan aktivitas, dari pada sesudah aktivitas baik pada probandus wanita gemuk, kurus, sakit dan normal. Namun pengukuran pada anus, suhu akan meningkat setelah dilakukan aktivitas pada semua probandus, bail gemuk, kurus, sakit ataupun normal, Pada daerah mulut dan axila, suhu rata-rata yang didapatkan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria, sedangkan pada daerah anus, suhu yang didapatkan lebih tinggi pada wanita dari pada pria, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Menurut Swenson, 1997, bahwasanya suhu tubuh akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, antara lain: faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air, serta daerah tempat pengukuran suhu (Swenson, 1997).
Suhu tubuh dapat berubah sesuai dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi perubahan suhu tubuh. Misalnya kondisi, lingkungan, hormonal, dll. Perubahan suhu tubuh di luar batas normal mempengaruhi set point pada hipotalamus. Perubahan suhu pada tubuh dapat mempengaruhi produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, dan produksi panas minimal. Sifat perubahan suhu tersebut, akan mempengaruhi kondisi tubuh seseorang (Ganong, 1977).
Gambar 2. Suhu tubuh probandus pria sebelum dan sesudah aktivitas
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwasanya seperti halnya pada pengukuran suhu pada probandus wanita, yaitu pada daerah mulut dan axial, suhu yang di dapat pada sebelum aktifitas adalah lebih tinggi dibandingkan setelah aktivitas, walaupun perbedaan suhu sebelum aktivitas dan setelah aktivitas tidak begitu terlihat. Pengukuran suhu pada daerah skrotum dan anus didapatkan suhu setelah aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum aktivitas, pada daerah mulut dan axila, suhu rata-rata yang didapatkan pada pria lebih besar dibandingkan wanita, sedangkan pada daerah anus, suhu yang didapatkan lebih tinggi pada wanita dari pada pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tempat atau daerah yang diukur suhunya. Menurut Sunardi, 2005, bahwasanya pengukuran yang diambil dengan berlainan posisi tubuh juga akan memberikan hasil yang berbeda. Misalnya, pengambilan suhu di bawah lidah (dalam mulut) akan didapatkan suhu normal sekitar 37 C, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar 36.5 C, di rectum (anus) sekitar 37.5 C (Sunardi, 2005).
Keuntungan dan kerugian dalam pemilihan pengukuran suhu pada daerah tertentu, pada timpani memiliki keuntungan antara lain: tempat yang mudah dicapai, perubahan posisi yang dibutuhkan minimal, memberi pembacaan inti yang akurat, waktu Pengukuran sangat cepat (2-5 detik). Sedangkan kerugiannya antara lain: alat bantu dengar harus dikeluarkan sebelum pengukuran, tidak boleh dilakukan pada seseorang yang mengalami beda telinga atau membran timpani, membutuhkan pembungkus probe sekali pakai, impaksi serumen dan otitis media dapat mengganggu pengukuran suhu, keakuratan pengukuran pada bayi baru lahir dan anak di bawah tiga tahun masih diragukan. Pada rektal memiliki keuntungan antara lain: terbukti dapat diandalkan bila suhu oral tidak diperoleh, menunjukkan suhu inti. Sedangkan kerugiannya antara lain: pengukuran suhu inti lebih lambat selama perubahan suhu yang cepat, tidak diperbolehkan dilakukan pada seseorang yang mengalami bedah rektal, kelainan rektal, nyeri pada area rektal, atau yang cenderung pendarahan, risiko terpajan cairan tubuh, memerlukan lubrikasi, dikontradiksikan pada bayi baru lahir(Guyton, 1996).
Oral memiliki keuntungan antara lain: mudah dijangkau, tidak membutuhkan perubahan posisi, nyaman bagi seseorang, memberi pembacaan suhu permukaan yang akurat. Sedangkan kerugian yaitu dipengaruhi oleh cairan atau makanan yang dicerna, merokok dan pemberian oksigen, tidak diperbolehkan dilakukan pada seseorang yang bernapas lewat mulut, tidak diperbolehkan dilakukan pada seseorang yang mengalami bedah oral, trauma oral, riwayat epilepsi, atau gemetar akibat pendinginan. Pada axila memiliki keuntungan yaitu aman dan invansif, serta popular digunakan pada bayi yang baru lahir dan seseorang yang tidak kooperatif. Sedangkan kerugiannya antara lain: waktu pengukuran lama , memerlukan bantuan perawat untuk mempertahankan posisi seseorang, tertinggal pada pengukuran suhu inti pada waktu perubahan suhu yang cepat, memerlukan paparan toraks. Pada kulit. Memiliki keuntungan antara lain: murah, memberi pembacaan kontinu, aman dan non-invansif. Sedangkan kerugian yang dimiliki adalah pengukuran lebih lambat dari tempat pengukuran lain selama perubahan suhu, khususnya pada saat hipertermia, diaforesis atau keringat dapat mengganggu adhesi (Guyton, 1996).
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh dibedakan menjadi beberapa, antara lain usia, aktivitas, kadar hormon, irama sirkadian, stress, dan faktor lingkungan. Usia mempengaruhi peningkatan atau penurunan suhu tubuh, produksi panas akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan seseorang. Regulasi suhu yang tidak stabil akan terjadi dari anak-anak hingga memasuki pubertas, dan suhu akan turun ketika seseorang mendekati masa lanjut usia. Seseorang yang telah lanjut usia lebih sensitive terhadap suhu yang ekstrem karena mekanisme kontrol mengalami kemunduran, terutama pada kontrol vasomotor (kontrol vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjar keringat dan penurunan metabolisme (Bruel and Kjaer, 1982).
Gambar 1. Siklus suhu tubuh selama 24 jam (Bima, 2009).
Aktivitas seseorang akan mempengaruhi fluktuatif suhu tubuh, karena pada dasarnya aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan karbohidrat serta lemak, hal ini yang menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas, sehingga akan mempengaruhi suhu tubuh. Aktivitas yang dapat meningkatkan suhu tubuh misalnya olah raga, karena dengan adanya aktivitas tersebut maka produksi panas akan meningkatkan suhu tubuh. Aktivitas berat yang lama, seperti lari jarak jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sementara sampai 41oC, namun hal ini dapat kembali normal (Bruel and Kjaer, 1982).
Hormon dapat mempengaruhi peningkatan suhu tubuh, hal ini dapat dibuktikan pada wanita, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh lebih besar dibandingkan pria. Misalnya saja variasi hormonal selama siklus menstruasi akan menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Pada umumnya, Kadar progesterone akan meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesterone rendah, maka suhu tubuh akan berada pada beberapa derajat di bawah batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Jumlah progesterone yang lebih besar selama ovulasi, akan masuk ke dalam sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh hingga mencapai batas atau lebih tinggi dari batas. Perubahan suhu juga akan mengalami perubahan pada wanita selama menopause, hal tersebut terjadi karena control vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstriksi (Bruel and Kjaer, 1982).
Irama sirkadian dapat mempengaruhi suhu tubuh, hal ini dikarenakan suhu tubuh akan berubah secara normal 0,50C hingga 10C selama periode 24 jam. Pada umumnya, suhu tubuh merupakan mekanisme yang seimbang bagi tubuh seseorang, hal ini ditandai dengan irama suhu sirkadian yang tidak berubah sesuai usia (Bruel and Kjaer, 1982).
Stress dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, karena stress fisik dan emosi akan meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persyarafan, dimana akan terjadi perubahan fisiologi dengan meningkatkan panas. Seseorang yang cemas juga akan dapat menyebabkan suhu tubuh lebih tinggi dibandingkan suhu normal (Bruel and Kjaer, 1982).
Lingkungan juga sangat penting dalam peningkatan suhu tubuh. Jika suhu terdapat dalam ruangan yang sangat hangat, maka seseorang mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran – panas sehingga suhu tubuh akan naik. Namun jika seseorang berada di lingkungan luar tanpa baju hangat, maka akan didapatkan suhu tubuh mungkin lebih rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekanisme suhu dari bayi dan lanjut usia (Bruel and Kjaer, 1982).
Praktikum ini menunjukkan bahwasanya probandus gemuk rata-rata memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan probandus kurus. Hal ini disebabkan karena pengaruh jumlah lemak yang tertimbun dalam tubuh. Menurut Ganong, 1977, bahwasanya lemak dapat dikatakan mempengaruhi peningkatan suhu tubuh dikarenakan lemak tersebut akan menghasilkan energi yang lebih tinggi apabila dibakar, dan pembakaran lemak juga dapat meningkatkan metabolisme tubuh (Ganong, 1977).
Menurut Guyton, 1996, bahwasanya tempat yang umum digunakan dalam pengukuran antara lain: membran timpani, mulut, rektum, dan aksila. Tempat pengukuran seperti oral, rektal, aksila, dan kulit didasarkan pada sirkulasi efektif darah pada tempat pengukuran. Sedangkan suhu timpani didasarkan pada radiasi panas tubuh terhadap sensor inframerah. Suhu tubuh akan didapatkan bervariasi sesuai dengan tempat pengukuran, namun batasan suhu adalah berkisar antara 36˚C dan 38˚C. Pada umumnya, suhu yang didapatkan pada rektal adalah 0,5˚C lebih tinggi dari suhu oral dan suhu aksila yang didapatkan adalah 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral (Guyton, 1996).
Variasi hormonal selama siklus menstruasi akan menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Pada umumnya, Kadar progesterone akan meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progesterone rendah, maka suhu tubuh akan berada pada beberapa derajat di bawah batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Jumlah progesterone yang lebih besar selama ovulasi, akan masuk ke dalam sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh hingga mencapai batas atau lebih tinggi dari batas. Perubahan suhu juga akan mengalami perubahan pada wanita selama menopause, hal tersebut terjadi karena control vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstriksi (Bruel and Kjaer, 1982).
Termoregulasi merupakan mekanisme fisiologis yang mengatur koordinasi dan integrasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu dingin atau hangat. Pengaturan tubuh manusia terdapat pada hipotalamus, oleh karena itu jika hipotalamus terganggu maka mekanisme pengaturan suhu tubuh juga akan mengalami gangguan dan mempengaruhi thermostat tubuh manusia (Myers, 2006).
Peningkatan suhu juga dapat terpengaruh jika terdapat pirogen yang mempengaruhi hipotalamus, sehingga mempengaruhi set point temperature pada hipotalamus. Set point suhu tubuh manusia akan meningkat, maka peningkatan suhu akan terjadi. Adanya pyrogen seperti infeksi, toxin atau mediator inflamasi akan merangsang keluarnya monosit, makropag atau sel endothelial yang akan melepaskan pyrogen cytokines-IL –1, TNF, IL-6 dan IFN, dimana komponen tersebut akan merangsang hipotalamus anterior yang akan mengakibatkan peningkatan termoregulator dari set point. Sehingga akan ditimbulkan produksi panas atau mempertahankan panas yang menyebabkan demam (Tortora, 2000). Menurut Myers, 2006, mengatakan bahwasanya keseimbangan termoregulasi dicapai dengan diikuti oleh mekanisme di dalam regio anterior hipotalamus/ preoptic area yang termosensitif. Neuron-neuron yang sensitive terhadap dingin akan terlebih dahulu merangsang bagian otak yang meningkatkan tonus otot, sehingga dapat memproduksi panas. Selanjutnya tonus otot akan meningkat, dan terjadi siklus yang berulang-ulang, siklus ini sering dikenal denngan kata menggigil. Selama menggigil maksimum, produksi panas tubuh dapat meningkat 4x dari basal rate hanya dalam waktu beberapa menit (Myers, 2006).
Mekanisme pengaturan suhu tubuh, diatur oleh bagian otak dan berpusat pada hipotalamus anterior dan hipotalamus posterior. Hipotalamus anterior (AH/POA) memiliki peran untuk meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan keringat. Sedangkan hipotalamus posterior (PH/ POA) memiliki peran untuk meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran darah, piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid dan mensekresi epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal metabolisme rate (Myers, 2006).
Ketika penurunan suhu tubuh inti terjadi, maka pada tubuh akan terjadi mekanisme homeostasis yang membantu untuk memproduksi panas melalui mekanisme feed back negatif untuk dapat meningkatkan suhu tubuh ke arah normal. Selanjutnya thermoreseptor di kulit dan hipotalamus akan mengirimkan impuls syaraf ke area preoptic dan pusat peningkata panas di hipotalamus, serta sel neurosekretory hipotalamus yang menghasilkan hormon TRH (Thyrotropin releasing hormon), hormone ini berperan dalam menanggapi.hipotalamus untuk menyalurkan impuls syaraf dan mensekresi TRH, yang sebaliknya merangsang thyrotroph di kelenjar pituitary anterior untuk melepaskan TSH (Thyroid stimulating hormon). Impuls syaraf yang terletak pada hipotalamus dan TSH kemudian akan mengaktifkan beberapa organ efektor, sehingga organ efektor inilah yang akan meningkatkan suhu tubuh untuk mencapai suhu normal(Tortora, 2000).
Macam-macam thermometer yang digunakan suhu tubuh antara lain: termometer air raksa-kaca, termometer elektronik dan termometer sekali pakai. termometer air raksa-kaca merupakan termometer yang terbuat dari tabung kaca dan pada salah satu ujungnya ditutup pada ujung lannya dengan pentolan berisi air raksa. Paparan pentolan (bulb) terhadap panas menyebabkan akan menyebabkan air raksa memuai dan naik pada tabung yang tertutup. Panjang termometer diberi angka dengan kalibrasi Fahrenheit atau derajat Celcius. Air raksa tidak akan berfluktuasi atau turun kecuali termometer dihentakkan dengan kuat. Sedangkan termometer elektronik, merupakan termometer elektronik yang terdiri dari suatu unit tampilan tenaga baterai yang dapat diisi ulang, kabel kawat yang tipis dan alas yang memproses suhu yang dibungkus dengan kantung plastik sekali pakai. Salah satu bentuk termometer elektronik yaitu dengan menggunakan alat seperti pencil. Probe tersendiri yang anti-pecah tersedia untuk oral dan rektal, dimana probe untuk oral dapat juga digunakan untuk mengukur suhu di aksila. Selama 20 sampai 50 detik dari insersi, pembacaan terlihat pada unit tampilan tanda bunyi yang terdengar bila puncak pembacaan suhu terukur. Termometer digunakan secara khusus dalam pengukuran timpanik. Sedangkan termometer sekali pakai adalah termometer yang digunakan adalah termometer yang digunakan dalam sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya, termometer jenis ini sering digunakan untuk oral dan oksila, terutama pada anak-anak (Ganong, 1977).
Beberapa penyakit yang diakibatkan ketidaknormalan termoregulasi adalah hipotermia, hipertermia, dan demam atau kejang. Hipotermia merupakan kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin, yang mana hipotermia dapat diukur dengan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Hipotermia dapat terjadi dari penyalahgunaan alcohol, suhu badan peminum alkohol akan turun bersamaan dengan turunnya kesadaran. Hipotermia dibedakan menjadi tiga macam, pertama adalah hipotermia sedang, suhu tubuh 320C - <360C, yang memiliki tanda-tanda antara lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.hipotermia kedua yaitu hipotermia berat suhu tubuh < 320C, tanda-tanda yang dialami sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik. Hipotermia ketiga yaitu stadium lanjut hipotermia, yang memiliki tanda-tanda antara lain: muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema). Sedangkan hipertermia merupakan kondisi suhu tubuh meningkat yang disebabkan karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia akan terjadi ketika tubuh jarang mengeluarkan panas, namun sering menyerap panas. Demam atau kejang merupakan kenaikan suhu tubuh diatas batasan normal. Penyakit ini memiliki suhu tidak tetap dalam sehari, dan memiliki variasi naik dan turun berkisar 0.50C (Ganong, 1977).
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum “Termoregulasi” ini dapat disimpulkan bahwa
2. Saran
Praktikum selanjutnya perlu adanya perbaikan dalam pengambilan data dan sebaiknya praktikan dibagi 2 kelompok besar (kelas). Agar memaksimalkan kerja praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bima. 2009. Pengaturan Suhu Tubuh. http://bima.ipb.ac.id/~tpbipb/materi/bio100/Materi/suhu-tubuh.html. Diakses tanggal 20 April 2010.
Bruel and Kjaer. 1982.Instruction Manual Thermal Comfort Meter Type 1212.Bruel and Kjaer, Copenhagen. Denmark.
Ganong W.F. 1977. Review of Medical Physiology. University of California. San Francisco
Guyton A.C. 1996. Textbook of Medical Physiology. W.B Saunders. San Fransisco.
Myers, R.D. 2006. Neurochemistry of thermoregulation. The Physiologist.27. (1). 41-46
Nicol, J.F. 1993. Thermal Comfort A Handbook for Field Studies toward an Adaptive Model. University of East London. U.K.
Swenson, GM. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc : USA.
Sunardi. 2005. Kontrol Persyarafan Terhadap Suhu Tubuh. http://bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/prak_biologi.pdf. Diakses tanggal 20 April 2010.
Tortora, J.T., Grabowski, S.R. 2000. Principles of anatomy and physiology. (9th ed.). John Wiley & Sons, Inc. Toronto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar