Faridatul Maghfiroh
Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya
Malang, 2010
ABSTRAK
Reseptor perasa merupakan suatu indra pengecap yang dapat merasakan adanya suatu rasa pada makanan. Pada umumnya, rasa yang dapat dirasakan oleh reseptor pengecap antara lain adalah rasa manis, asam, asin, dan pahit, yang mana keempat rasa tersebut dapat dikatakan sebagai rasa primer. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui lokasi pengecap pada manusia dan mengetahui variasi waktu sensasi. Praktikum ini diawali dengan pembersihan rongga mulut dengan air tawar (berkumur), kemudian cotton bud yang telah dicelupkan pada salah satu dari keempat bahan uji disentuhkan ke lidah bagian ujung, tepi depan, tepi samping (kiri dan kanan), tengah serta pangkal. Kemudian dicatat rasa yang dirasakan oleh lidah yang paling peka terhadap bahan uji tersebut. Langkah-langkah tersebut diulangi dengan bahan uji yang berbeda. Setelah semua bahan uji telah di ujicobakan pada masing-masing probandus, maka dihitung waktu sensasi, yang diawali dengan pembersihan rongga mulut (berkumur), kemudian permukaan lidah dikeringkan dengan tissue dan dipertahankan agar lidah tetap di luar mulut. Kemudian diletakkan sedikit gula pada bagian yang telah diketahui sensitif terhadap rasa tersebut. Kemudian dilakukan proses berkumur kembali, dan ditunggu selama 3 menit dan penghitungan waktu sensasi dilakukan dengan larutan asam sitrat, garam dapur, dan mexaquin. Hasil pengamatan reseptor perasa dapat disimpulkan bahwa seseorang yang tidak suka pedas, dan seseorang yang bukan perokok memiliki sensitifitas yang normal terhadap apa yang dirasakan oleh reseptor perasa. Namun, seorang perokok dan penyuka pedas, walaupun dapat merasakan apa yang dirasakan oleh reseptor perasa, dapat dikatakan perokok dan penyuka pedas tersebut memiliki gangguan pada reseptor perasa yang dimiliki, seperti data yang didapatkan.
Kata kunci: Bahan uji, gangguan, normal, reseptor perasa, waktu sensasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisa Prosedur
Praktikum ini diawali dengan pembersihan rongga mulut dengan air tawar (berkumur), hal ini dilakukan agar menetralisir sisa-sisa makanan atau sisa-sisa rasa suatu makanan sebelumnya, sehingga pengamatan yang dilakukan dengan berbagai macam rasa untuk mengetahui lokasi pengecap dan variasi waktu sensasi dapat dilakukan secara optimal. kemudian cotton bud yang telah dicelupkan pada salah satu dari keempat bahan uji disentuhkan ke lidah bagian ujung, tepi depan, tepi samping (kiri dan kanan), tengah serta pangkal. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan cotton bud agar mempermudah praktikan untuk meletakkan bahan-bahan uji pada titik-titik yang sensitif terhadap sensasi rasa. Kemudian dicatat rasa yang dirasakan oleh lidah yang paling peka terhadap bahan uji tersebut. Hal tersebut dilakukan agar praktikan dapat mengetahui perbandingan sensitivitas terhadap rasa oleh masing-masing probandus, misalnya pada perokok, bukan perokok, penyuka pedas, dan bukan penyuka pedas. Langkah-langkah tersebut diulangi dengan bahan uji yang berbeda. Hal tersebut dilakukan dengan beberapa variasi rasa, seperti gula, asam sitrat, garam dapur, dan pil kina, pada setiap probandus, agar dapat diketahui titik-titik reseptor perasa yang sensitif terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
Fungsi dari variasi probandus tersebut agar praktikan dapat mengetahui perbedaan suatu sensitifitas terhadap rasa-rasa tertentu pada masing-masing titik-titik reseptor perasa. kemudian dihitung waktu sensasi, penghitungan waktu sensasi diawali dengan pembersihan rongga mulut (berkumur), hal tersebut dilakukan agar bahan uji yang telah diuji cobakan sebelumnya dapat ternetralisir, sehingga tidak mengganggu percobaan dengan bahan uji lainnya, agar rasa yang dirasakan oleh reseptor pengecap lebih spesifik. kemudian permukaan lidah dikeringkan dengan tissue dan dipertahankan agar lidah tetap di luar mulut. Hal tersebut dilakukan, agar praktikan dapat membedakan sensitivitas terhadap rasa, ketika lidah dalam keadaan kering dan lidah pada keadaan basah. Menurut Amerongen (1991) saliva memiliki peranan yang sangat penting bagi sistem pencernaan, termasuk indera pengecap. Saliva pada umumnya mengandung protein, antara lain amilase, mukus, dan lisozim. Saliva digunakan untuk pencernaan karbohidrat di dalam mulut melalui kerja amilase dan saliva merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida, selain itu, saliva juga mempermudah untuk menelan makanan dengan membasahi partikel-partikel makanan, sehingga partikel-partikel tersebut akan saling menyatu dan sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang nantinya akan merangsang papil pengecap., karena hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor papil pengecap (Amerongen, 1991). Menurut Weiffenbach, dkk. (1986) bahwasanya, saliva sangat berpengaruh terhadap indra pengecap, dan saliva akan dikontrol oleh kelenjar ludah, karena cairan tersebut diproduksi oleh kelenjar ludah (Weiffenbach, dkk., 1986). Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, berfungsi untuk melunakkan suatu zat makanan serta membantu dalam menelan makanan, yang mana Saliva mengandung enzim ptialin ( Kucera dan Kurca, 2008).
Kemudian diletakkan sedikit gula pada bagian yang telah diketahui sensitif terhadap rasa tersebut. Hal tersebut agar dapat diketahui sensitifitas titik-titik reseptor perasa tersebut terhadap rasa yang telah diketahui sensitif terhadap daerah tersebut. Kemudian dilakukan proses berkumur kembali dan ditunggu selama 3 menit, dan kemudian penghitungan waktu sensasi dilakukan dengan larutan asam sitrat, garam dapur, dan l kina. Bahan-bahan uji tersebut digunakan agar dapat diketahui, daerah-daerah yang sensitif terhadap bahan-bahan uji tersebut serta panjang waktu yang dibutuhkan oleh reseptor perasa untuk merasakan rasa dari bahan-bahan uji tersebut.
2. Analisis Hasil
2.1 Pengamatan Reseptor Perasa
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat tabel berikut:
Probandus | Reseptor Perasa | Letak reseptor Pengecap | |||
Ujung Lidah | Tepi Depan Lidah | Tepi Belakang Lidah | Pangkal Lidah | ||
Perokok (Laki-laki) | Manis | √ | | | |
Asam | √ | | √ | | |
Asin | | √ | | | |
Pahit | | | | √ | |
Bukan Perokok (Laki-laki) | Manis | √ | | | |
Asam | | | √ | | |
Asin | | √ | | | |
Pahit | | | | √ | |
Penyuka Pedas (Wanita) | Manis | √ | | | |
Asam | | √ | | | |
Asin | | √ | | | |
Pahit | | | | √ | |
Tidak Suka Pedas (Wanita) | Manis | √ | | | |
Asam | | | √ | | |
Asin | | √ | | | |
Pahit | | | | √ |
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan, bahwasanya seorang perokok dan seorang penyuka pedas kurang sensitif atau dapat dikatakan memiliki reseptor perasa yang kurang normal. Dari data tersebut, dapat dilihat, bahwasanya, seorang perokok, merasakan asam pada ujung lidah, yang mana sebenarnya, jika pada seseorang yang memiliki reseptor perasa normal, maka orang tersebut akan merasakan rasa asam pada tepi lidah bagian belakang. Dari data tersebut juga dapat dilihat, seorang penyuka pedas tidak dapat merasakan rasa asam pada tepi lidah bagian belakang, namun penyuka pedas tersebut merasakan asam pada tepi lidah bagian depan, yang sebenarnya titik tersebut merupakan titik reseptor perasa yang sensitif terhadap rasa asin.
Lidah memiliki lapisan mukosa yang mana lapisan tersebut menutupi bagian atas lidah, permukaan lidah tidak rata dikarenakan terdapat tonjolan-tonjolan yang dikenal dengan papilla, pada papilla ini terdapat reseptor yang dapat membedakan rasa makanan. Jika pada bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah, maka lidah akan menjadi tidak sensitif terhadap macam-macam rasa (Lynch, 1994; Ganong, 1998; Budi, 2004).
Reseptor perasa dapat dikatakan sebagai taste bud yang mana bagian ini terdapat pada bagian lidah. Taste bud dapat memberikan memberikan rasa asam, manis, asin, dan pahit pada bagian-bagian yang spesifik, yang terdapat pada lidah, akan tetapi rasa-rasa ini memiliki kesamaan struktur. Reseptor perasa atau pengecap ini tersusun atas sejumlah sel-sel epitelium yang nantinya dapat menerima suatu sinyal atau stimulus suatu zat yang menimbulkan rasa, melalui celah pori reseptor pengecap tersebut(Kinley dan Mary, 2001).
Berikut merupakan gambar letak dari macam-macam rasa pada reseptor pengecap.
Gambar 1. Lokasi Reseptor Perasa (Ameronge, 2002)
Manusia memiliki kepekaan terhadap empat rasa, diantaranya adalah manis, asin, asam, dan pahit. Dari keempat rasa tersebut, masing-masing memiliki daerah sensitifitas masing-masing. Diantaranya, manis memiliki daerah sensitifitas pada ujung lidah, asin terletak pada pangkal lidah bagian depan, asam memiliki sensitifitas pada daerah sepanjang tepi, dan rasa pahit, sensitif terhadap reseptor pengecap bagian pangkal lidah. Ada pendapat yang mengatakan bahwasanya rasa muncul pertama kali karena adanya bau, yang merangsang saraf pusat untuk menerima rangsangan tersebut. Sehingga ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwasanya rasa sebenarnya adalah bau (Pearce dan Evelin, 2005).
Indra pengecap mempunyai suatu reseptor yang peka terhadap rangsangan kimia, ketika lidah tersebut dalam keadaan normal. Lidah tersusun dari otot yang mana pada permukaan lidah tersebut dilapisi oleh suatu lapisan epithelium yang memiliki atau banyak mengandung kelenjar lender dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap. Permukaan atas lidah memiliki tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papila. Tonjolan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu berbentuk benang, berbentuk dataran yang dikelilingi parit-parit, dan berbentuk jamur (Fox, 2004).
Tunas pengecap terdapat pada parit-parit papila bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur, dan di permukaan papila berbentuk benang. Pada lidah terdapat bintil-bintil yang mengandung ujung saraf sebagai reseptor. Bagian-bagian lidah yang mengandung reseptor adalah diantaranya adalah ujung lidah yang peka terhadap rasa manis, tepi samping dan depan peka terhadap rasa asin, dan tepi samping peka terhadap rasa asam, serta pangkal lidah peka terhadap rasa pahit. Mekanisme kerja reseptor pengecap adalah dimulai dengan adanya zat kimia dalam bentuk larutan yang sampai ke puting pengecap di lidah, yang menyebabkan terjadinya depolarisasi yaitu masuknya Na+ dan keluarnya K+ dari sel reseptor. Depolarisasi berlanjut menyebabkan terbentuknya potensial aksi yang dihantarkan oleh saraf sensoris dalam bentuk impuls listrik ke otak untuk diolah sehingga timbul sensasi rasa (Fox, 2004). Suatu rangsang yang diterima oleh indra pengecap berupa zat kimia akan diterima oleh reseptor pengecap yang disebut papilla. Papilla tersebut memiliki bulu-bulu saraf (gustatiry hair) yang berfungsi untuk menghantarkan impuls ke saraf pusat(Campbell dkk, 2005).
Gambar 2. Lokasi Papilla (belajarsabar, 2009).
2.2 Variasi Waktu Sensasi Perasa
Gambar 1. Variasi Sensasi Perasa
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwasanya Perokok memiliki kemampuan untuk merasakan lebih lamban dibandingkan seseorang yang bukan perokok. Hal ini disebabkan karena papilla pada lidah mengalami penurunan sensitivitas terhadap kepekaan rasa. Dari grafik tersebut, bahan uji yang mengalami waktu sensasi lebih cepat adalah asam sitrat, dikarenakan asam sitrat mudah terikat dengan molekul-molekul yang terkandung dalam saliva. Sedangkan rasa pahit dan asin dengan perlakuan kering lebih lambat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk uji coba pada keadaan basah. Hal ini terjadi karena ketika kering zat-zat kimia yang masuk tidak dapat berikatan dengan molekul saliva, sehingga zat tersebut sulit untuk dirasakan.
Sel reseptor pengecap merupakan sel epitel yang termodifikasi menjadi bentuk yang memiliki banyak lipatan permukaan atau mikrovili, dan sedikit menonjol melalui pori-pori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia, karena hanya zat padat yang terlarut dalam saliva atau cairan lain yang dapat berikatan dengan sel reseptor(Amerongen, 1991). Papilla pengecap dikontrol oleh 50 serat saraf dan setiap serat saraf menerima masukan dari rata-rata 5 papilla pengecap. Papilla circumvalata yang lebih besar masing-masing mengandung sampai 100 papilla pengecap, papilla ini terletak di sisi papilla (Diah Savitri,1997; Ganong, 1998).
Macam macam kelainan pada lidah diantaranya adalah Magroglosia yang mana memiliki ukuran lidah lebih besar dari pada ukuran normal, biasanya congenital; ancyloglosia yang mana terjadi gangguan gerakan dan bicara; Fissure Tongue, dimana pada hal ini terdapat pada anak-anak; Coated Tongue dimana pada hal ini ditandai dengan adanya lapisan putih tipis oleh karena ada sisa makanan dan mikroorganisme; White Hairy Tongue, dalam hal ini ditandai dengan terjadi pembesaran papilla filiformis dan adanya desquamasi papilla filiformis; Black Hairy Tongue ditandai dengan pemanjangan papilla filiformis pada 1/3 panjang lidah; dll. (Finn, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Amerongen A.V.N. 2002. Ludah dan Kelenjar Ludah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Amerongen, AVN, 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti bagi Kesehatan Gigi. Xerostomia Sindroma Mulut Kering. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Belajarsabar, 2009.Tongue. http://belajarsabar.files.wordpress.com/2009/04/tongue1.jpg. Diakses 27 Maret 2010.
Budi Riyanto Wreksoatmodjo. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa
Pengecapan. Majalah Kedokteran Atma Jaya.
Campbell N., Jane B., Lawrence G. 2005. Biology, Fifth Edition. Addison Wesley Longman,Inc.
Diah Savitri Ernawati. 1997. Kelainan Jaringan Lunak Rongga Mulut
Akibat Proses Menua. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Jurnal).
3(3).
Finn, S.B., 2003, Clinical Pedodontics, 4th Ed, W.B Saunders. Co.,
Philadelphia.
Fox S.I. 2004. Human Physiology eight edition. McGraw-Hill. New York
Ganong W.F. 2003. Review of Medical Physiology Eleventh Eddition. Lange Medical Publications. California
Kinley B.G, dan Mary J.S. 2001. Human Anatomy and Fisiologi. W.B Saunders Company. London.
Kucera P., and Kurca E. 2008. Sympathethic Lips response : review of the method and its clinical use. Bratisl Lek Listy; 105 (3): 108-116.
Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. 1994. Ilmu Penyakit Mulut:
Diagnosis dan Terapi. Alih bahasa: Sianita K. Jilid 1. Ed. ke-8. Percetakan Binarupa Aksara. Jakarta.
Pearce dan Evelyn C. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.
Weiffenbach, J. M., Philip C. F., dan Bruce J. B. 1986. Taste and Salivary Fungtion. Proc. Natl. Acad. USA. 6103 (83).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar